Summer di Eropa kali ini bener² HOT! Panas! sampe 37degree tiap harinya. Keluar rumah malah kaya masuk ke Oven nyala (mulai deh, lebay kamyuh!).

Ini serius, kawans! Panasss :(

Dan sore ini, aku sengaja masuk kerja lebih awal, karena rencana slese kerja langsung belanja, biar ngga kemaleman. Trus tadi, rekan kerja ku ngajak cuti bareng. “Yuk, cuti 3 hari aja!” ajaknya. Dalam rangka apa? Dalam rangka cari gawean laen di pesta rakyat tahunan di kota, hahaha… 5 atau 6 hari kerja dapet bayaran gede, bisa ngalahin gaji kita sebulan. Kerja apa? Jaga stand yang jual buah²an yang dibalut coklat gitu.

Aku mulai galau…

Pengeeen,… tapiii…

Pertama, aku kurang begitu suka keramaian, apalagi dipesta rakyat tahunan, kalo aku ga dipegang, bisa hilang :)) Suka parno, dah gitu musiknya keras banget, jedag jedug… OMG!!

Kedua, aku baru dapet cuti kerja 2 hari awal minggu ini, diambil dari jam lemburku, masih ada banyak sisa jam lemburku yang bisa aku ambil cuti lagi sih, tapi kayaknya dah mentok, ngga bisa lagi, ngga bakal disetujui. Trus rencana juga sudah rencana mo diambil untuk bulan September insyaAllah.

Ketiga,… trus gimana kalo ketahuan bos besar?! (langsung tutupan tenda)

Embuh wesss… yang jelas mesti capeknya sepadan sama hasilnya. Itu pasti!! Tapi juga, pengen nyoba…sekali²… ngerasain kerja disitu :P

Masih ada 2 hari untuk mengambil keputusan lebih matang, dan tentunya dengan banyak pertimbangan, terutama anak²… huhuhu…

Lama ngga ngeblog. Dah berapa taun? Dah bertahun²… kalo diibaratkan rumah, udah jadi rumah hantu yang sangat angker!! Hahaha…

Sekarang ini, aku bener² ‘gaptek’ banget sama yang namanya isi dari Wordpress…CSS? PHP?…udah amnesia akut!! Dari login (untung masih ingat password nya), trus masuk ke setiap sudut ruang… sampe bunyi krikkk…krikkk… (garuk² kepala), berasa jadi orang terbodoh didunia. Huff…

Dari themes WP nya sendiri sudah ngga update, broo!! WP nya sendiri juga ga di update, kalau pun di update, pasti themes nya ngga kompatibel. Ya ini emang udah ngga kompatibel, masih ngomong baeeee :( FTP? password?… segala macem… boro² inget, malah ga tau… Butuh uluran tangan someone in somewhere nih… hahaha…

Gimana pun, aku masih suka sama themes satu ini. I love you… eehh?!

Harus istiqomah ngeblog disini lagi deh. Sejak ada microblog (Facebook, Twitter, IG, dst nya), ketemu teman² lama disana… bercicit cuit disana… ughh…jadi lupa sama yang disini *sigh* Maapkeun yaaa…

Besok² insyaAllah sambung lagi crita²nya deh. Ini nge-test dulu. Eh, mungkin juga bisa share di wall fb ku ya, jadi sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui. InsyaAllah… kalo ngga sibuk aja sih :D (sibuk? nggaya banget yah?)

Sampai nanti ya, udah kringeten nih, nervous banget… muachhh 1e99x
LOL
#withlovelina

Oleh: Taufiq Ismail

Indonesia adalah sorga luar biasa ramah bagi perokok, tapi tempat siksa tak tertahankan bagi orang yang tak merokok.

Di sawah petani merokok,
di pabrik pekerja merokok,
di kantor pegawai merokok,
di kabinet menteri merokok,
di reses parlemen anggota DPR merokok,
di Mahkamah Agung yang bergaun toga merokok,
hansip-bintara-perwira nongkrong merokok,
di perkebunan pemetik buah kopi merokok,
di perahu nelayan penjaring ikan merokok,
di pabrik petasan pemilik modalnya merokok,
di pekuburan sebelum masuk kubur orang merokok.

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na’im sangat ramah bagi perokok, tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok.

Di balik pagar SMU murid-murid mencuri-curi merokok,
di ruang kepala sekolah…ada guru merokok,
di kampus mahasiswa merokok,
di ruang kuliah dosen merokok,
di rapat POMG orang tua murid merokok,
di perpustakaan kecamatan ada siswa bertanya apakah ada buku tuntunan cara merokok.

Di angkot Kijang penumpang merokok,
di bis kota sumpek yang berdiri yang duduk orang bertanding merokok,
di loket penjualan karcis orang merokok,
di kereta api penuh sesak orang festival merokok,
di kapal penyeberangan antar pulau penumpang merokok,
di andong Yogya kusirnya merokok,
sampai kabarnya kuda andong minta diajari pula merokok.

Negeri kita ini sungguh nirwana kayangan para dewa-dewa bagi perokok, tapi tempat cobaan sangat berat bagi orang yang tak merokok.

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, diam-diam menguasai kita.

Di pasar orang merokok,
di warung Tegal pengunjung merokok,
di restoran, di toko buku orang merokok,
di kafe di diskotik para pengunjung merokok.

Bercakap-cakap kita jarak setengah meter tak tertahankan asap rokok,
bayangkan isteri-isteri yang bertahun-tahun menderita di kamar tidur
ketika melayani para suami yang bau mulut dan hidungnya mirip asbak rokok.

Duduk kita di tepi tempat tidur ketika dua orang bergumul saling menularkan HIV-AIDS sesamanya, tapi kita tidak ketularan penyakitnya. Duduk kita disebelah orang yang dengan cueknya mengepulkan asap rokok di kantor atau di stop-an bus, kita ketularan penyakitnya. Nikotin lebih jahat penularannya ketimbang HIV-AIDS.

Indonesia adalah sorga kultur pengembangbiakan nikotin paling subur di dunia, dan kita yang tak langsung menghirup sekali pun asap tembakau itu, bisa ketularan kena.

Di puskesmas pedesaan orang kampung merokok,
di apotik yang antri obat merokok,
di panti pijat tamu-tamu disilahkan merokok,
di ruang tunggu dokter pasien merokok,
dan ada juga dokter-dokter merokok.

Istirahat main tenis orang merokok,
di pinggir lapangan voli orang merokok,
menyandang raket badminton orang merokok,
pemain bola PSSI sembunyi-sembunyi merokok,
panitia pertandingan balap mobil, pertandingan bulutangkis, turnamen sepakbola mengemisngemis mencium kaki sponsor perusahaan rokok.

Di kamar kecil 12 meter kubik, sambil ‘ek-’ek orang goblok merokok,
di dalam lift gedung 15 tingkat dengan tak acuh orang goblok merokok,
di ruang sidang ber-AC penuh, dengan cueknya, pakai dasi, orang-orang goblok merokok.

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na’im sangat ramah bagi orang perokok, tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok.

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, diam-diam menguasai kita.

Di sebuah ruang sidang ber-AC penuh, duduk sejumlah ulama terhormat merujuk kitab kuning dan mempersiapkan sejumlah fatwa.

Mereka ulama ahli hisap.
Haasaba, yuhaasibu, hisaaban.
Bukan ahli hisab ilmu falak,
tapi ahli hisap rokok.

Di antara jari telunjuk dan jari tengah mereka terselip berhala-berhala kecil, sembilan senti panjangnya, putih warnanya, kemana-mana dibawa dengan setia, satu kantong dengan kalung tasbih 99 butirnya.

Mengintip kita dari balik jendela ruang sidang, tampak kebanyakan mereka memegang rokok dengan tangan kanan, cuma sedikit yang memegang dengan tangan kiri.
Inikah gerangan pertanda yang terbanyak kelompok ashabul yamiin dan yang sedikit golongan ashabus syimaal?

Asap rokok mereka mengepul-ngepul di ruangan AC penuh itu.
Mamnu’ut tadkhiin, ya ustadz. Laa tasyrabud dukhaan, ya ustadz.
Kyai, ini ruangan ber-AC penuh.
Haadzihi al ghurfati malii’atun bi mukayyafi al hawwa’i.
Kalau tak tahan, di luar itu sajalah merokok.

Laa taqtuluu anfusakum. Min fadhlik, ya ustadz.
25 penyakit ada dalam khamr. Khamr diharamkan.
15 penyakit ada dalam daging khinzir (babi). Daging khinzir diharamkan.
4000 zat kimia beracun ada pada sebatang rokok. Patutnya rokok diapakan?

Tak perlu dijawab sekarang, ya ustadz. Wa yuharrimu ‘alayhimul khabaaith.
Mohon ini direnungkan tenang-tenang, karena pada zaman Rasulullah dahulu, sudah ada alkohol, sudah ada babi, tapi belum ada rokok.

Jadi ini PR untuk para ulama.
Tapi jangan karena ustadz ketagihan rokok, lantas hukumnya jadi dimakruh-makruhkan, jangan.

Para ulama ahli hisap itu terkejut mendengar perbandingan ini.
Banyak yang diam-diam membunuh tuhan-tuhan kecil yang kepalanya berapi itu, yaitu ujung rokok mereka.

Kini mereka berfikir. Biarkan mereka berfikir.
Asap rokok di ruangan ber-AC itu makin pengap, dan ada yang mulai terbatuk-batuk.

Pada saat sajak ini dibacakan malam hari ini, sejak tadi pagi sudah 120 orang di Indonesia mati karena penyakit rokok. Korban penyakit rokok lebih dahsyat ketimbang korban kecelakaan lalu lintas.

Lebih gawat ketimbang bencana banjir, gempa bumi dan longsor, cuma setingkat di bawah korban narkoba.

Pada saat sajak ini dibacakan, berhala-berhala kecil itu sangat berkuasa di negara kita,
jutaan jumlahnya, bersembunyi di dalam kantong baju dan celana, dibungkus dalam kertas berwarni dan berwarna, diiklankan dengan indah dan cerdasnya.

Tidak perlu wudhu atau tayammum menyucikan diri, tidak perlu ruku’ dan sujud untuk taqarrub pada tuhan-tuhan ini, karena orang akan khusyuk dan fana dalam nikmat lewat upacara menyalakan api dan sesajen asap tuhan-tuhan ini.

Rabbana, beri kami kekuatan menghadapi berhala-berhala ini.